Tradisi "MULUDAN"
Muludan adalah salah tradisi yang seringkali diselenggarakan oleh masyarakat Muslim-Sunda terkait dengan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Sebagian orang Sunda Muslim menyebutnya Muludan atau Maulidan merujuk pada Maulid (hari kelahiran) Nabi Muhammad saw. Kelahiran Muhammad saw. sediri diyakini tepat pada tanggal 12 Rabi’ul Awal pada kalender Hijriyah. Namun orang Sunda-Muslim menyebut bulan ini dengan sebutan bulan Mulud, karena terkait dengan kelahiran Nabi.
Pada sebagian kalangan Sunda Muslim, bulan Mulud termasuk salah satu bulan yang memiliki “makna”, “arti”, dan posisinya tersendiri, yakni sebagai bulan yang agung atau bahkan “suci”, di samping bulan suci lainnya, yakni bulan Muharram, Ramadhan, Rajab, dan Rayagung (Dzul Hijjah).Bulan Terdapat masing-masing alasan mengenai keagungan masing-masing bulan di atas. Bulan Muharram diagungkan karena 1) “peralihan tahun lama menuju tahun baru”, selain itu juga 2) karena peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah dan Madinah. Bulan Ramadhan diagungkan karena terdapat “aktivitas shaum yang dilaksanakan oleh seluruh manusia yang mengaku muslim, mampu, dan sehat, serta tidak sedang berhalangan”. Syawal diagungkan karena terdapat hari idul fitri dan juga dipenuhi dengan aktivitas “halal bi halal”. Rajab diagungkan karena terdapat peristiwa “isra mi’raj”nya Nabi Muhammad saw. serta turunnya perintah shalat.
Sedangkan Muludan diagungkan, sebagaimana dituliskan di ata, karena bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Pada tingkat Great tradition (terutama pada tingkat esensinya), peringatan maulid Nabi merupakan fenomena umum yang dilaksanakan oleh banyak kalangan muslim. Namun pada tingkat little tradition, terdapat variasi ekspresi kultural atau cara memperingatinya, sebagaimana terlihat pada variasi dari pelaksanaan peringatan tradisi muludan
Muludan diperingati dengan berbagai cara, sebagai berikut:
- Pertama, sebagian orang menyunahkan shaum pada bulan ini; diyakini bahwa shaum pada bulan ini memiliki keistimewaan sendiri, dibanding bulan lainnya, selain bulan Ramadhan.
- Kedua, sebagian masyarakat menjadikan bulan ini identik dengan perayaan tertentu; misalnya, tradisi sekatenan di Yogyakarta, tradisi nyangku di Panjalu. Tradisi nyangku (berasal dari kata Arab, yanqa (membersihkan) diisi dengan tradisi membersihkan senjata, pusaka,dan benda-benda yang dianggap “keramat”. Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun sejak masa islamisasi Islam dan masa perlawanan terhadap kompeni dan kolonial Belanda.
- Ketiga, sebagian pesantren dan madrasah menyelenggarakan pertunjukan dan pergelaran seni Islami. Pada masa kecil, saya mengenal pergelaran seni Islami ini dengan nama imtihan; penamaan ini bisa jadi tidak tepat, tetapi imtihan dikenal sebagai aktivitas perayaan Maulidan [dan rajab-an].
- Keempat, pembacaan Qashidah Barjanji, Qashidah Burdah, dll. Pembacaan ini banyak ditemua di berbagai mesjid, mushalla, tajug, madrasah, majelis ta’lim, dan tempat-tempat pengajian,
- Sebagian masyarakat melakukan ziyarah kubur, terutama pada kubur orang tua atau orang-orang yang dianggap soleh, seperti kuburan-kuburan para wali, sunan, atau orang shaleh lainnya.
Komentar
Posting Komentar